Rabu, 13 Januari 2016

Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan


                Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan 
Kekerasan didalam institusi pendidikan sering terjadi maupun dalam kehidupan sehari-hari dalam ruang lingkup masyarakat. tindakan kekerasan dalam pendidikan dapat dilakukan oleh siapa saja, misalnya teman sekelas, guru dengan muridnya dan pemimpin sekolah dengan stafnya dan ada pula yang terjadi,  pada saatnya terjadi perubahan yang menyebabkan terjadi konflik tak jarang dan sering terjadi kekerasan, baik itu secara personal antarpersonal, ataupun tawuran, baik secara kelompok perkelompok atau dengan kelompok lain. Kekerasan  itu bisa terjadi antara guru dan guru yang lain, antara guru dan murid, maupun murid satu dengan murid yang lain.
     Lee parsosns mejelaskan hal lain berkaitan dengan kekerasan disekolah yang hubungannya adalah itimidasi.  Semua sekoah yang melakukan tindakan intimidasi dan semua sekolah memilki budaya prilaku intimidasi. Dalam budaya seperti ini, siswa dan orang dewasa sebagai prilaku intimidasi bercampur dalam pola-pola yang kompleks dan menggelisahkan. Contoh-contoh berikut menggambarkan rumit-rumitnya hubungan-hubungan ini:
  1. Beberapa siswa mengintimidasi siswa lain, beberapa siswa pelaku intimidasi ini adalah korban intimidasi dari siswa-siswa lain, beberapa siswa pelaku ini mengintimidasi guru. 
  2. Beberapa guru mengintimidasi siswa, beberapa guru pelaku mengintimidasi guru lain, beberapa guru   pelaku mengintimidasi orang tua. 
  3. Beberapa karyawan sekolah mengintimidasi guru, siswa dan orang tua.
  4.  Beberapa kepala sekolah mengintimidasi guru, karyawan, siswa dan orang tua.
  5.   Beberapa orang tua mengintimidasi guru, karyawan sekolah, kepala sekolah, dan anak-anak mereka.
 Ironisnya kekerasan dan tawuran antar-peserta didik bukan hanya terjadi dikalangan pelajar, melainkan juga para mahasiswa, yang sebenarnya dinilai dari umurnya sudah melampui fase remaja, fase yang sebenarnya sudah stabil pergolakan batin dan kejiwaan. Sementara, menurut Marcoes, setidaknya ada beberapa hal yang bisa menjelaskan pola kekerasan bila menggunkan analisis gender. 
  Pertama, kekerasan hanya terjadi dilalukkan manakala ada ketimpangan relasi. Dengan begitu, kekerasan bisa dialami siapa saja dalam hubungan –hubungan yang timpang. Misalnya, kekerasan perbedaan ras, antara kelompok mayoritas dan kelompok monoritas, antara orang tua/ dewasa kelompok anak-anak, antar guru dan murid, lelaki dan perempuan/ kakak kelas dan perempuan yang lebih muda/adik kelas. Disekolah terjadi kekerasan antara kakak kelas dan adik kelas. Relasi  sedemikian rupa timpanganya sehingga kakak kelas bisa berbuat semena-mena kepada adik kelas.
 Kedua, kekerasan selalu berangkat dari adanya stereotipe tentang korban. Misalnya dalam relasi warga kulit hitam dan kulit putih, kekerasan berangkat dari suburnya anggapan bahwa orang-orang yang kulit hitam adalah pelaku kriminal, penjahat, penggedar narkoba. Adanya anggapan itu membuat warga kulit putih merasa punya legitimasi melakukan tindakan kekerasan. Tanpa adanya legitimidasi yang dijadikan dasar pembenaran dari tindakan itu, kekerasan sulit untuk terjadi. Dalam konteks kekerasan  pada murid disekolah, stereotipe yang dihidupkan pasti seputar tingkah laku adik kelasnya yang dinilai sok tahu sombong, tak sopan, melawan, dan tak mau diatur oleh kakak kelas. Dengan alasan itulah, kakak kelas merasa punya legitimasi mengajari adik kelasnya. Dengan cara mengajari ini, kelak diharpkan siadik bisa tunduk. Jika tidak tunduk, yang terjadi lebih gawat. Itulah ciri kekerasan ketiga, yaitu meningkatnya bentuk kekerasan.    
 https://generusindonesia.files.wordpress.com/2013/07/kekerasan-dalam-dunia-pendidikan.jpg
  Prilaku atau tindakan kekerasan tidak hanya didalam institusi pendidikan sekolah, dan kampus. Kekerasan yang terjadi dinegara kita sudah sering kita lihat dalam pemberitahaan media masa. Manusia indonesia saat ini terlihat gampang marah dan gampang meluapkan emosinya, atau mengatasi persoalaan  hidupnya yang menghimpit dengan jalan kekerasan. Persolaan sepele dan persolan bisa menjadi persolaan besar dan mengakibatkan tawuran banyak orang, satu kampung denfgan kampung lainya, satu suporter dengan suporter lain. Terkadang, kita menemui contohnya melalui bagaimana sebuah institusi pendidikan tidak mengikutkan warga atau masyarakat tempat sekolah itu didirikan, misalnya tukang kebun, petugas keamanaan, ataupun guru. Masalah tersebut akhirnya meneyebabkan kelompok masyarakat yang tidak menyukai persitiwa tersebut melakukan aksi kekerasan, entah itu dengan mendemo sekolahan atau dengan menyegalnya. Persoalaan tersebut akan parah ketika kedua belak pihak merasa paling benar dan yang lain salah tanpa mau membicarakan secara baik-baik dan aparat keamanaan atau pihak lain tidak melakukan tindakan secara efektif.
 Disinilah akhirnya melihat bagaimana cara mendalami persoalaan kekerasan agar tidak muncul adalah persoalaan yang penting tercapainya tujuan yang diadaakanya pendidikan. Artinya, langkah preventif dalam menangani atau meminimalisasi munculnya kekerasaan perlu kerja sama antara para pemangku kebijakan pendidikan nasional, aktivitas pendidikan, dan masyarakat secara umum.
Banyak faktor yang memunculkan kekerasan. Bisa jadi kekerasan tersebut muncul karena persolaan keluarga begitu berat, apakah itu berkaitan dengan perselingkuhan, bahkan penceraian, kemiskinan yang akut dan terjadi diskriminasi sosial ekonomi dalam sebuah kondisi sosial. Atau dengan budaya kekerasaan telah menjadi tradisi dalam sekolah dan masyarakat dalam mengatasi persolaan-persoalaan internal darinya, persolaan keluarga, persolaan kemasyarakatan, bahkan persolaan kebangsaan.
 Oleh karennya, penangan tersebut tidak boleh dilakukan dengan sepihak atau sekelompok. Penangan harus melibatkan semua pihak, mulai dari pola pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, pendidikan kebangsaan oleh pemerintah dan pendidikan disekolah, yang semuanya mengajarakan mengatasi persoalan-persoalaan dengan baik, sederhana, bijaksana, dan menolak kekerasan, baik kekerasan pada orang lain, kelompok sendiri maupun diri sendiri.



1 komentar: